ISLAM sangat menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan wanita. Karena itulah Islam memerintahkan para wanita untuk selalu menetap di dalam rumahnya.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنّ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu …” (Al-Ahzab: 33)
Islam juga menganjurkan kepadanya agar melaksanakan shalat di rumahnya dan menjelaskan bahwasanya hal itu lebih baik baginya daripada shalat di masjid, demi menjaga kehormatan, kesucian diri dan kemuliaannya.
Sikap berikut ini menggambarkan kepada kita sebuah akhlak yang mulia dari seorang shahabiyat dalam melaksanakan petunjuk Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam untuknya, yaitu menunaikan shalat di rumah karena hal ini adalah yang lebih afdhal baginya.
Ath-Thabrani dan lainnya meriwayatkan dari Ummu Humaid, istri Abu Hamid as-Sa’idi –radhiyallāhu ‘anhā–: Ummu Humaid berkata, “Saya berkata (kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah! Para suami kami melarang kami shalat bersamamu (di masjid).’ Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa Sallam berkata,
صَلَاتُكُنَّ فِي بُيُوتِكُنَّ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي حُجَرِكُنَّ، وَصَلَاتُكُنَّ فِي حُجَرِِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي دُوْرِكُنَّ وَ صَلَاتِكُنَّ فِي دُوْرِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي الجَمَاعَةِ
‘Shalat kalian di tempat tidur kalian lebih baik daripada shalat kalian di kamar kalian, shalat kalian di kamar kalian lebih baik daripada shalat kalian di rumah kalian, dan shalat kalian di rumah lebih baik daripada shalat kalian berjamaah (di masjid)’.” [1]
Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafazh mufrad (kata tunggal, bukan jamak), seperti yang terdapat di dalam riwayat Ahmad dan lainnya [2].
Ummu Humaid –radhiyallāhu ‘anhā– menuturkan bahwasanya ia pernah datang kepada Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku senang shalat (berjamaah) bersamamu.” Rasulullah berkata,
قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلَاةَ مَعِيْ ، وصَلَاتُكِ فِيْ بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ حُجْرَتِكِ، وَ صَلَاتُكِ فِيْ حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ دَارِكِ، وَ صَلَاتُكِ فِيْ دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِكِ ، وَ صَلَاتُكِ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِيْ مَسْجِدِيْ
“Aku tahu kamu senang shalat bersamaku, akan tetapi shalatmu di tempat tidurmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu, shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di mesjidku.”
Perawi mengatakan, “Setelah itu ia meminta untuk dibangunkan tempat shalat pada bagian dalam rumahnya dan paling gelap. Ia senantiasa melaksanakan shalat di situ hingga wafat.”
Tentang hadits ini, al-Haitsami di dalam Majma’ az-Zawa’id [3] berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, para perawinya adalah para perawi shahih kecuali ‘Abdullah bin Suwaid al-Anshari, ia dinilai tsiqah (dinyatakan bahwa ia seorang perawi yang dapat dipercaya) oleh Ibnu Hibban. Dalam Tuhfat al-Ahwadzi [4] dikatakan, “Sanad riwayat Ahmad ini Hasan (baik).” Az-Zarqani dalam syarahnya terhadap Muwaththa’ Imam Malik menyebutkan, “Hadits ini memiliki syahid (pendukung) dari hadits Ibnu Mas’ud –radhiyallāhu ‘anhu– dalam riwayat Abu Daud.”[5]
Penggalan kisah dalam hadits tersebut menjelaskan kepada setiap muslimah betapa kesungguhan seorang shahabiyah yang mulia ini selalu mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullaah Shalallaahu’alaihi wa Sallam. Sebab, saat Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam menjelaskan kepadanya bahwa shalatnya di dalam rumah lebih baik baginya, ia tidak membantahnya, tidak mengajukan protes dan juga tidak mengeluh. Ia telah mengetahui seyakin-yakinnya bahwa Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa Sallam tidak memerintahkan sesuatu kepadanya kecuali apa yang terbaik baginya untuk dunia dan agamanya.
Sumber:
muslimah
[1] Al-Mu’jam at-Kabir ath-Thabarani (25/148), al-Haitsami dalam al-Majma’ (2/34) berkata, “Di dalam sanadnya ada Ibnu Luhai’ah; dan di dalamnya ada yang dipermasalahkan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (93/132) dan Ibnu Syaibah dalam Mushannafnya (2/157).
[2] Musnad Ahmad (6/371), Shahih Ibnu Hibban (5/595), dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (2/295).