Selasa, 27 Desember 2016

Apakah Penyakit Epilepsi Bisa Menular, Benarkah?


Kenali Gejalanya

Selama ini masih banyak di antara kita yang menganggap penyakit epilepsi ini adalah penyakit kejang-kejang dan dari mulut si penderita akan mengeluarkan ludah yang berbuih-buih. Dan juga ada yang menganggap penyakit epilepsi ini menular. Benarkah? Gejala utama epilepsi adalah kejang, atau istilah kedokterannya bangkitan, yang terjadi secara berulang dengan jenis yang sama. Mungkin kamu sudah pernah melihat penderita epilepsi yang menderita kejang pada seluruh tubuh disertai kehilangan kesadaran.

Nah, sebenarnya nggak semua kejang pada epilepsi jenisnya seperti itu. Menurut dr. Suryani Gunadharma, SpS (K), kejang pada penderita epilepsi berbeda-beda, tergantung dari bagian otak sebelah mana yang terserang. "Selain kejang pada seluruh tubuh, kejang epilepsi juga bisa hanya menyerang satu bagian tubuh saja, seperti tangan, kaki, atau mulut. Bahkan, kejang juga bisa hanya berupa berhenti menapas, seperti sedang melamun, dan kehilangan kesadaran tapi tidak pingsan," jelasnya. Selain kejang atau bangkitan, penderita epilepsi juga memiliki gejala wajah yang kebiruan atau pucat dan buang air kecil atau besar di celana tanpa disadari.

Karena sulitnya mendiagnosa penyakit ini, penderita sering nggak menyadari bahwa dirinya menderita epilepsi. Untuk itu, dr. Suryani menganjurkan, jika ingin mendapatkan diagnosa yang tepat dari dokter, ajaklah anggota keluarga atau teman terdekat yang sering menyaksikan saat bangkitan terjadi. "Saat menderita kejang, pasien biasanya nggak sadar sama sekali. Karena itulah dibutuhkan kesaksian atau cerita dari orang lain untuk memastikan seperti apa kejang yang terjadi."

Apa Penyebabnya?

Epilepsi terjadi disebabkan oleh gangguan sinyal listrik pada otak. Saat memberikan perintah, sel saraf di dalam otak akan mengalirkan listrik ke satu sama lain. Jika terjadi gangguan atau perintah yang diberikan terlalu banyak, maka muncullah kejang atau bangkitan yang menandakan orang tersebut menderita epilepsi. Faktanya, setiap orang pasti pernah merasakan kejang atau bangkitan. Tapi yang membedakan apakah orang tersebut menderita epilepsi atau nggak adalah dari intensitas terjadinya kejang yang berulang. Jika hanya pernah mengalami satu kali, nggak masalah. Beda dengan orang yang terus-menerus menderita kejang dengan jenis yang sama, maka orang tersebut dikatakan menderita epilepsi.

Secara umum, penyebab epilepsi dibagi tiga:

- Epilepsi simtomatik: disebabkan oleh cedera kepala.

- Epilepsi idiopatik: penyebabnya belum diketahui.

- Epilepsi kriptogenik: sebab epilepsi belum diketahui dan masih dalam penelitian.

Epilepsi Penyakit Turunan?



dr. Suryani menyatakan kalau epilepsi bukan penyakit turunan, meskipun pada beberapa penderita memang disebabkan oleh faktor genetik. Tapi, bukan berarti jika kamu memiliki anggota keluarga penderita epilepsi, penyakit tersebut akan menurun padamu atau anakmu nanti. "Pada dasarnya, penyebab pasti epilepsi belum diketahui. Namun penyakit ini bukanlah penyakit keturunan," kata dr. Suryani.

Benarkah Epilepsi Menular?

Jawabannya sama sekali nggak benar. Selama ini banyak persepsi yang menyebutkan epilepsi bisa menular sehingga para penderitanya nggak jarang dikucilkan oleh orang-orang disekitarnya. Padahal, epilepsi sama sekali nggak menular, meskipun kamu berinteraksi langsung dengan penderita, bahkan saat mereka sedang mengalami kejang sekalipun.

Epilepsi Bisa Disembuhkan?

Dengan pengobatan teratur dan gaya hidup sehat, dr. Suryani memastikan para penderita epilepsi bisa kembali normal tanpa terserang kejang atau bangkita. Dengan catatan, pengobatan harus dilakukan teratur, dalam dosis yang tepat, serta jangka waktu yang cukup lama. "Biasanya setelah dua atau tiga tahun rutin meminum obat, dokter akan mengevaluasi pasien. Jika kondisinya membaik, dosis obat akan dikurangi dan dalam waktu lima tahun pasien bisa kembali normal," jelasnya. Agar epilepsi nggak kembali muncul setelah berhenti meminum obat, penderita harus tetap memiliki gaya hidup sehat, diantaranya harus cukup tidur dan jangan sampai depresi.


Back To Top